Kamis, 05 Maret 2015

My Phone


Aku termenung menunggu teman-temanku selesai bermain voli. Aku sudah lelah dan memutuskan untuk duduk di pinggir lapangan. Aku hanya berdoa tidak akan ada yang mengarahkan bolanya mengenaiku. Aku menatap dengan saksama pantulan-pantulan bola itu di angkasa. Mata, dan kepalaku seolah mengikuti iramanya. Saat bola ada di atas aku mendongak, saat bola ada di bawah aku sedikit merunduk. Begitu terus sampai salah seorang temanku keuar dan meminta diganti pemainnya. Permaian dihentikan sementara.
“Rin, minum dong.” Salah satu temanku menghampiriku dengan keringat yang bercucuran dan napas terengah-engah.
“Kamu ini, baru selesai bermain voli atau lari 10 kilometer sih?” Aku menjawab sekenanya setelah melihat keadaannya.
“Duh, bukannya tadi kamu melihat dengan saksama bagaimana permainannya dan bagaimana mereka memberiku umpan yang melenceng jadi aku harus lari terus kesana kemari mengejar bola-“
Aku mengorek isi tasku dan segera menyodorkan sebotol air mineral kepadanya supaya segera berhenti bicara. Benar saja, setelah aku menyodorkan sebotol air mineral dia langsung diam seribu kata dan langsung meneguk air hingga tersisa separuh.
“Ah.. segar.” Dia terlihat lega. Aku tersenyum melihat ekspresinya.
                Permainan di babak baru pun dimulai. Aku mulai melihat lagi dengan saksama permainan itu. Namun, kini aku tidak menyaksikannya sendiri, ada Jery di sampingku. Jeri tidak berhenti berbicara dan mengomentari jalannya permainan. Ya, memang begitulah dia si cerewet. Saat sedang asik menyaksikan permainan, tiba-tiba ponselku berdering. Aku segera merogoh tasku dan meraihnya. Panggilan dari Tisha.
“Halo, Tish, ada apa?”
“Rin, nanti aku ke rumahmu ya. Aku bingung dengan tugas dari Pak Udin, ajarin yaa.” Rengek Tisha.
“Iya, nanti ya. Aku masih di sekolah.”
“Oh iya jadwalnya ekskul voli. Oke deh. Jam delapan malam ya! Terimakasih kakak.” Terdengar tawa terbahak di ujung telepon.
“Iya, iya, sama-sama.” Aku menutup telponnya.
Aku tidak sadar jika Jery sudah tidak fokus dengan permainan dan malah mengamati dengan teliti benda yang sekarang ku genggam. Dia semakin penasaran dan meraihnya. Aku tidak bisa melawan.
“Hahaha, antik bener Non.” Tawa Jery meledak begitu saja ketika mengamati ponsel jadul milikku.
“Kenapa? Heran?”
“Iya lah, kamu ini aneh. Sekarang itu jamannya smartphone tapi bisa-bisanya kamu masih menggunakan ini.” Jeri menunjuk ponselku yang kini sudah ada di genggamannya. Aku hanya tersenyum.
“Eh, tunggu. Memangnya ponsel ini bisa digunakan untuk bbm? Kok seingetku di salah satu kontak bbmku ada kontak kamu.” Jery menggaruk-garuk kepalanya dan berpikir. Saat itulah tawaku meledak.
“Hahahaha kalau bbm ya pakai smartphone lah, Jer. Masa iya ponsel jadul semacam itu bisa menjalankan aplikasi bbm.”
“Loh, jadi kamu punya smartphone? Terus kenapa ini masih kamu gunakan?” Jery tampak bingung.
“Karena benda itu berharga untukku, Jer.” Aku mengambil ponselku dari tangan Jery dan tersenyum mengejeknya.
“Eh, nggak habis pikir aku sama kamu.” Jery menatapku memita penjelasan.
“Jadi begini, alasanku masih menggunakan ini karena benda ini sangat bermakna untukku, Jer. Aku tidak masalah jika smartphoneku tertinggal, tapi aku tidak bisa jika benda ini yang tertinggal. Dulu, aku menggunakan tabunganku untuk membayar separuh harga ponsel ini yang separuh uang dari Ayah. Sedangkan smartphone itu murni dibelikan Ayah. Makanya, ponsel ini lebih berharga atau bahkan bisa dibilang benda kesayanganku karena aku merasa turut membeli dengan uang tabunganku sendiri. Begituuu!!”
“Oalah.” Jery manggut-manggut.
“Woy, kalian ini jadi penonton kok ribut terus.” Aska berteriak ke arahku dan Jery. Kami tertawa terbahak.
“Hahaha ampun, Bang. Iya aku diam sekarang.” Jery menutup mulutnya dengan telapak tangannya. Aska malah terpingkal-pingkal melihat ulah Jery.
                Permainan pun dilanjutkan sampai matahari mencapai peraduannya. Aku kembali bersemangat menyaksikan permainan ini. Kali ini aku menyaksikannya sendiri, karena Jery turut bermain lagi. Permainan terus berlangsung sampai jingga di angkasa yang akan menjadi pertanda usainya permainan ini.

1 komentar :