“Cermin ajaib, begitulah penduduk pulau kaca mengagungkan namanya.
Cermin yang konon bisa menjawab segala pertanyaan tentang masa depan bak
seorang peramal ini tak pernah sepi dari kunjungan. Namun, sejak Gunung Silikat
erupsi, cermin itu hilang ditelan bumi. Begitupun dengan keajaiban dan penduduk
pulau kaca.”
“Bunda? Apakah cermin itu nyata?” Tanya Andi. Ibu hanya
tersenyum sembari menutup buku cerita di pangkuannya. “Mungkin. Sudah, cepat berdoa
dan tidurlah.” Sang Ibu mencium kening Andi kemudian mematikan lampu kamarnya
dan pergi.
Andi terjaga dalam gelap. Matanya mengerjap menatap
langit-langit sampai sebuah suara mengusik lamunannya. Andi menoleh ke arah
jendela dan beranjak mendekatinya. Samar terlihat sosok kerdil bertopi kerucut
merah sedang mencangkuli halaman belakang rumahnya.
“Apa yang kamu lakukan?” Andi bersuara lirih.
“Aku sedang menggali cermin ajaib.” Sahut sosok itu.
“Dari negeri kaca?” Tanpa menunggu jawaban, Andi pun berlari mendekati sosok itu. Kini, dihadapannya tergeletak sebuah cermin tua yang kusam.
“Bagaimana cara kerjanya?”
“Usap tiga kali dan ajukan pertanyaanmu.”
“Aku sedang menggali cermin ajaib.” Sahut sosok itu.
“Dari negeri kaca?” Tanpa menunggu jawaban, Andi pun berlari mendekati sosok itu. Kini, dihadapannya tergeletak sebuah cermin tua yang kusam.
“Bagaimana cara kerjanya?”
“Usap tiga kali dan ajukan pertanyaanmu.”
Andi mengusap cermin itu tiga kali, “Wahai cermin ajaib,
tunjukkan diriku di masa depan.” Cermin kusam itu memancarkan cahaya yang indah
dan setelah cahayanya hilang tampaklah seorang laki-laki gemuk berpakaian lusuh.
“Pembohong!”
“Andi, bangun. Jangan malas, nanti terlambat ke sekolah!” Ibu
menggoyang-goyangkan tubuh Andi yang terlelap.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar