Selasa, 13 Oktober 2015

Prompt #92 - Geminid untuk Lazuardi




http://apod.nasa.gov/apod/ap131213.html


Seorang gadis berjas putih tengah berdiri menghadap lemari asam yang suaranya menderu memecah keheningan malam. Tubuh ringkihnya seakan sudah tak sanggup lagi berdiri tegak. Rona hitam membayangi kedua matanya. Wajahnya kusam karena peluh. Tubuhnya tak lagi berbau Angel Heart, hanya amonium sulfida yang menguar dan menempel menyelubunginya.

                “Allena,” seorang laki-laki bersuara berat dan berkaus hitam dengan celana jeans belel melongok dari pintu laboratorium. Rambutnya gondrong dan berombak. Gadis itu tak menggubris. Dalam pikirnya hanya ingin segera menyelesaikan analisis kandungan logam berat dalam sampel limbah pabrik yang dibawa pegawai dinas kesehatan tadi pagi.

                “Allena,” laki-laki itu tidak mau menyerah. Dia terus mencoba memanggil gadis itu sehingga menoleh ke arahnya namun, hasilnya nihil. Gadis itu masih serius mengamati tabung reaksi berisi sampel ditangannya.

                Laki-laki itu mulai geram. Dia pun berjalan ke arah Allena dan berbisik lembut di telinga gadis itu. “Allena,” suara khasnya beradu dengan deru lemari asam. Tetap tidak ada respon. Dia mulai geram. Dia berdiri di samping Allena, mengacung-acungkan jarinya sembari memaki Allena, “Allena, apa kamu tuli? Apa kamu buta? Allena, tengoklah aku sebentar. Aku datang sesuai janji kita.” Napas pemuda itu tersengal. Pundaknya naik turun seiring emosi yang memuncak.

                Allena berjalan menjauh tanpa respon dan terus berkonsentrasi dengan sampel di tangannya, “sebentar lagi akan kupasyikan adanya kandungan krom dalam limbah ini.” Allena mengasamkan filtrat berwarna kuning dalam tabung reaksi dengan asam sulfat kemudian menambahkan eter dan hidrogen peroksida ke dalamnya. Allena menggoyang-goyangkan tabung reaksi itu. Tepat ketika mulai timbul warna biru tua pada lapisan eter, ponsel Allena berbunyi.

                Allena merogoh ponsel di jas putihnya dengan tangan kiri, sedangkan tangan kanannya masih sibuk menggoyang-goyangkan tabung reaksi. Alena melirik layar ponselnya yang berkedip menampakkan sebuah reminder.
Hari ini ada hujan meteor geminid.
Kita harus melihatnya bersama.
Lazuardi
Allena memejamkan matanya sejenak. Dia memasukkan ponsel itu kembali ke dalam kantung jas putihnya kemudian mengamati lapisan biru pada tabung reaksinya. Allena segera mencatat semua hasil uji yang telah dilakukannya.

                Tepat pukul 02.00 Allena membereskan laporan hasil uji sampel limbah untuk diserahkan kepada dinas kesehatan esok pagi. Dia juga sudah melipat jas putihnya dan memasukkannya ke dalam tas. Setelah dirasa cukup, Allena mengecek aliran listrik pada alat-alat yang tadi digunakannya untuk penelitian. Kemudian Allena mengunci pintu laboratorium dan berjalan keluar. Sudah bukan hal baru jika ia harus bekerja di laboratorium hingga dini hari.

                Allena berjalan menyusuri jalanan di antara gedung-gedung tinggi. Sampai tiba di tanah yang lebih lapang, Allena menengadah menatap langit. Tampak cahaya putih bergerak melintasi langit. Indah. Bagaikan harapan di tengah keputus asaan. Allena meraih ponselnya dan mengabadikan momen itu dengan senyum di bibirnya.
***
                Allena berjalan tergopoh menyusuri lorong rumah sakit. Langkahnya baru terhenti ketika ia sampai di ujung lorong. Seorang wanita berpakaian putih keluar sambil membawa laporan di tangannya. Wanita itu tersenyum dan menyilakan Allena untuk masuk.

                Allena masuk dan mendapati sosok tubuh yang tergolek lemah di atas tempat tidur dengan mata terpejam. Tubuh itu tetap hidup bertopang pada alat-alat disekelilingnya. Allena mendekati tubuh itu dan membelai tangannya, “Selamat pagi, Kakak. Sesuai janji kita, kita akan melihat meteor geminid bersama.”

Tidak ada komentar :

Posting Komentar