Sabtu, 03 Januari 2015

Belajar Sabar dengan Membatik



           Assalamualaikum, apa kabar dandelion’s friends? Rasanya saya sudah lama tidak menulis. Maklum saja, saya baru selesai UAS. Saya tidak bisa menyempatkan menulis di blog ini karena saya harus menulis tugas akhir yang tidak sedikit. Saya juga harus belajar untuk menghadapi ujian akhir. Dan akhirnya saat hasilnya keluar, saya sedikit kecewa. Hasilnya kurang memuaskan. Tapi itu pantas saya dapatkan karena memang semester ini saya kurang maksimal.
            Kurang nyambung dengan judulnya? Hehehe, sebenarnya ini hanya pengantar saja sebelum masuk ke topik utama. Jadi, setelah UAS saya memilih pulang kampung untuk menghabiskan liburan. Malang tak bisa dihindari, sesampainya di rumah hanya ada kakak saya karena orangtua saya sedang pergi berlibur. Saya pun langsung menyimpulkan bahwa liburan kali ini pasti akan membosankan.
            Singkat cerita, hari keempat saya di rumah, orangtua saya pulang. Ibu saya menceritakan pengalaman liburannya dengan sangat antusias. Saya hanya tersenyum dan mengiyakan. Ya, karena sebenarnya saya kangen Ibu saya. Saat Ibu saya asik bercerita, tiba-tiba ponsel Ibu berdering. Ternyata itu panggilan dari pengurus desa, Ibu saya dijadikan perwakilan desa saya dalam pelatihan pembuatan batik sekecamatan yang diadakan oleh PNPM. Ibu saya sangat senang dan langsug mengiyakan tanpa banyak alasan. Karena sejak lama Ibu saya memang ingin bisa membatik.
            Awalnya Ibu saya bingung mau mengajak siapa untuk turut menjadi perwakilan dari desa, karena pesan dari pengurus desa yang menghubungi Ibu, Ibu harus mencari pasangan sendiri. Sempat terpikir oleh Ibu saya untuk mengajak saya, namun urung dilakukan karena Ibu takut jika nantinya setelah pelatihan, perwakilan yang diutus akan dijadikan kader untuk pelatihan mandiri di desa. Kalau itu benar, pasti saya tidak akan bisa membantu Ibu karena saya harus kuliah. Akhirnya Ibu meminta pengurus desa yang tadi menghubungi beliau untuk mencarikan pasangan.
            Tempat pelaksanaan pelatihan ini adalah di balai desa saya, tepatnya Balai Desa Ngampel Kecamatan Papar. Jadi tidak terlalau jauh dari rumah saya.
            Pelatihan hari pertama, Ibu tidak mengajak saya. Namun, beliau meminta saya datang ke balai desa tengah hari untuk mengantarkan charger handphone. Saya hanya sempat melihat-lihat tanpa sempat memotret. Sore hari sesampainya di rumah, Ibu mencuci kain putih sepanjang 2,5 meter yang diambilnya dari almari. Beliau bilang, kain yang disediakan panitia kurang akhirnya dibagi sedikit-sedikit. Karena hari mulai gelap dan Ibu mulai khawatir cuciannya tidak kering, akhirnya saya ditugaskan untuk menyetrika kain basah.Setelah separuh kering, baru lah kain itu di jemur. Setelah kering, Ibu mengeluarkan selembr kain yang sudah dibatik. Ibu meminta saya membantunya menggambar pola di atas kain putih yang tadi di cuci.



                                                   Gambar pola batik yang saya gambar.





                Menggambar di atas kain sepanjang 2,5 meter cukup membuat ibu jari saya “abuh” :D



Gambar motif batik yang saya contoh.



Ini juga :)



            Menggambar pola ini tidak mudah, saya sering salah menggoreskan pensil. Namun, Ibu saya tidak marah. Beliau berkata, tidak ada motif batik yang salah semuanya benar, itu yang membuat batik unik dan berbeda. Beliau mengutip kata-kata ini dari guru membatik beliau. Kesimpulannya, saat belajar membatik, kita juga belajar untuk tidak mudah menyalahkan orang lain. Belum tentu juga yang kita lakukan itu benar, jadi kita tidak boleh mudah menyalahkan orang lain.
            Hari kedua, Ibu meminta saya menjemput beliau jam tiga sore di balai desa. Di sana saya bisa melihat lebih dekat proses membatik dan proses pengecatan. Kebetulan yang saya amati adalah batik cap. Lebih mudah dan lebih cepat pembuatannya daripada batik tulis. Dalam pembuatan batik cap, cetakan motif dicelupkan dalam malam panas kemudian dicapkan dalam kain putih. Kain putih ini harus dileakkan di atas alas yang cukup lunak, misalnya karpet. Karena saya tidak mengikuti materinya saya kurang tahu kenapa hal itu dilakukan.
            Hari ketiga. Ibu saya pulang cukup sore. Dengan santainya beliau berkata pada saya, “nanti malam, bantu Ibu nglembur batik”. Saya kaget, tapi saya senang. Ya, saya belum bisa sama sekali membatik tapi Ibu meminta saya membantunya, tapi saya senang karena memang saya juga ingin belajar membatik.
            Pertama,Ibu meminta saya memanaskan malam dalam wajan kecil. Karena saya tidak tahu aturannya, saya memanaskan malam dengan api besar. Alhasil saya batuk-batuk karena asap yang keluar cukup banyak. Setelah malam mencair, malam tetap dipanaskan dalam api kecil. Ibu memberi saya selembar kain putih berukuran satu meter, sebuah canting dan celemek. Celemek fungsinya agar lelehan malam panas tidak menetes di kaki saya.
            Waktunya membatik. Ibu memberikan saya intruksi untuk mencelupkan canting ke dalam wajan dan mengisinya dengan malam cair tidak boleh terlalu penuh. Kemudian, ujung canting ditiup agar malam tidak terlalu panas. Karena jika tidak ditiup, cairan malam akan “mbleber” di kain. Tapi malam juga tidak boleh dingin, karena jika terlalu dingin, cairan malam tidak akan menembus kain dan motif batik yang dibuat akan gagal. Ribet? sangat ribet memang. Sabar.
            Tangan saya gemetar ketika pertama kali memoleskan canting pada kain. Telapak tangan saya yang menahan kain juga terkadang terkena malam panas. Namun, saya tidak mau menyerah hanya karena terkena malam panas. Apa gunanya usaha kalau menyerah sebelum bisa?
            Tiga puluh menit berlalu, Ibu melihat hasil saya membatik. Beliau berkata hasil batik saya sudah cukup bagus. Beliau pun menminta saya membantu beliau memoles malam pada kain 2,5 meter yang kemarin saya gambar. Pelan tapi pasti saya memoleskan canting pada kain. Ketika saya mulai menikmati apa yang saya kerjakan, saya selalu lupa waktu. Benar saja sampai lewat pukul 11 malam, saya dan Ibu baru mematikan kompor dan menyelesaikan batik kami.
            Keesokan harinya, hari keempat pelatihan. Hari ini, agenda pertama yang dilakukan adalah pengecatan. Beberapa gambar pada batik tulis saya dan Ibu akan di cat.



Kain dibentangkan di atas karpet


Cat merah untuk motif bunga.


Done ! :D



            Setelah di cat, kain harus dijemur sampai catnya kering. Hal ini bertujuan agar cat meresap dan benar-benar meresap pada kain. Setelah itu, kain diangkat dari jemuran dan bagian yang terkena cat harus dilapisi dengan malam panas. Kenapa harus dilapisi lilin? Karena setelah ini kain akan di celup (diberi warna dasar), kalau kain yang dicat tidak dilapisi lilin, cat ini akan bercampur dengan pewarna yang digunakan untuk memberi warna dasar pada kain. Kain didiamkan sampai lilin yang melapisinya dingin. Baru kemudian kain dicelup ke dalam zat warna. Selanjutnya, kain di jemur sampai kering. Setelah kering, kain dicelupkan ke dalam zat kimia (saya lupa namanya), kemudian di jemur kembali.
            Kain sudah kering, saatnya dibilas. Tahap terakhir dari proses pembuatan batik adalah perebusan. Tahap ini fungsinya untuk meluruhkan malam. Menurut saya, ini adalah tahap paling menyakitkan. Iya, karena saya sudah berjam-jam memoleskan malam pada kain tapi akhirnya diluruhkan juga. Setelah di rebus, kain di bilas dan di jemur. Dan inilah hasilnya...





            Saya dan Ibu kurang puas dengan hasil pewarnaan ini karena hasilnya tidak sesuai ekspektasi kami. Tapi tidak masalah, namanya juga masih belajar.
            Siapa menyangka helaian kain batik yang sering kita temui di pasaran membutukan proses yang panjang untuk sampai di tangan kita. Butuh kesabaran ekstra untuk membuat sehelai kain batik dengan kualitas terbaik. Batik adalah warisan budaya Indonesia. Setiap pelosok wilayah di Indonesia memiliki motif khas yang berbeda. Motif ini mencerminkan kearifan lokal masing-masing. Sudah sepatutnya kita generasi muda untuk melestarikannya. Bukan hanya dengan mengenakan, namun juga membuat. Supaya kita tahu bagaimana rasanya menjaga warisan budaya itu secara langsung. Supaya kita bisa menumbuhkan sifat-sifat mulia dalam diri kita. Karena batik tidak hanya mengajarkan akan keindahan. Karena batik juga mengajarkan akan kesabaran, perjuangan dan menghargai. Sekian :)

Foto :



























Tidak ada komentar :

Posting Komentar