Senin, 18 Mei 2015

Sepotong Asa

Asa, harapan, angan, cita-cita tidak dapat dipisahkan dari hidup manusia. Bahkan manusia yang berkata tidak memiliki harapanpun sebenarnya mereka masih memilikinya. Hanya mereka harus menemukan harapan itu jauh di dalam hatinya.

                Jika ditanya harapan saya? Saya tidak bisa menjawabnya karena terlalu banyak yang ingin saya capai. Namun, semua harapan saya memiliki inti yang sama. Saya ingin hidup bahagia dan cara untuk menempuh kebahagiaan dalam hidup saya adalah hidup saya harus bermanfaat untuk saya, orang lain, keluarga, bangsa, negara dan agama. Di sini saya akan menguraikan dua harapan saya. Kenapa dua? Karena dua hal ini benar-benar ingin saya wujudkan segera.

                Saya ingat sebelum saya kuliah, Ibu mengingatkan saya akan kata-kata saya sendiri. Kala itu usia saya baru sekitar lima tahun. Anak pada usia tersebut biasanya memiliki imajinasi yang tinggi dan jika ditanya cita-cita mereka akan mengatakan cita-cita mereka tanpa mereka sadari rasionalisasinya. Beberapa keponakan saya atau anak-anak yang saya temui beberapa waktu terakhir jika ditanya apa cita-cita mereka, mereka menjawab ada yang ingin menjadi princess, peri dan jawaban yang paling umum adalah ingin menjadi dokter. Lantas apa jawaban saya ketika empat belas tahun lalu pertanyaan itu diajukan kepada saya? Inilah jawaban saya...

Buk, aku nanti kalau sudah besar kalau ke sekolah aku pakai kerudung ya. Terus nanti aku sekolah yang pinter biar bisa jadi guru. Nanti kalau uangku sudah banyak kita naik haji ya, Buk. Kalau kita naik haji sekolahku, aku liburkan.”

Kurang lebih itu lah jawaban saya. Saya ingin menjadi seorang guru. Saya ingin membagikan ilmu yang saya dapat kepada para generasi penerus bangsa Indonesia. Cita-cita saya semakin mantap saya wujudkan ketika saya sudah menempuh kuliah. Saya mendapat banyak pengalaman selama beberapa waktu kuliah. Saya sempat membantu mengajar di salah satu lembaga pendidikan nonformal untuk memenuhi tugas mata kuliah dan di sanalah saya semakin yakin akan cita-cita saya. Saya bertemu dengan anak-anak hebat yang memiliki semangat belajar tinggi walaupun daerah mereka minim akan fasilitas pendidikan. Saya juga bertemu para pemuda hebat yang tanpa pamrih mau membantu anak-anak di sana dengan mendirikan lembaga pendidikan nonformal yang manfaatnya sangat dirasakan oleh anak-anak dan masyarakat di sana. Awalnya saya heran kenapa hanya ada satu sekolah dasar swasta seadanya dengan tiga ruang kelas saja di sana, tapi ini lah ironi pendidikan di Indonesia. Ketika di perkotaan sekolah-sekolah didirikan begitu lengkap dengan fasilitas, di pedesaan, di pegunungan sekolah hanya berdiri seadanya. Seharusnya anak bangsa memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang layak. Namun, ketidakmerataan pembangunan membuat semuanya menjadi timpang.


                Menjadi seorang guru sekarang ini sering dibayangkan akan memperoleh gaji yang cukup besar, tapi bukan itu inti menjadi seorang guru sejati. Guru sejati adalah guru yang rela mengabdi, bukan hanya menjadi seorang pembelajar tapi juga seorang pendidik. Bukan hanya mentransfer ilmu pengetahuan saja tapi juga membentuk karakter. Mengembalikan karakter bangsa Indonesia yang kian lama kian luntur. Saya berharap saya bisa seperti itu, menjadi guru yang sejati sehingga hidup saya dapat bermanfaat dan tidak sia-sia.

                Ketika harapan saya yang pertama adalah menjadi seorang guru, harapan kedua saya adalah menjadi seorang penulis. Penulis buku cerita anak-anak. Jujur saja saya sangat prihatin dengan anak-anak zaman sekarang. Dulu ketika saya masih TK yang saya tahu hanyalah bermain, tapi kemarin saat saya mendengar cerita dari sepupu saya yang sekarang masih TK, saya tercengang. Bagaimana tidak, dia bertanya tentang keanehan sikap temannya. Teman TK sepupu saya berkata kepada sepupu saya bahwa sebut saja si A sering menatap teman TK sepupu saya mungkin si A “mencintainya”. Astagfirullah hal adzim, mereka bahkan baru berusia lima tahun. Saya sangat miris mendengarnya.

                Masih cerita dari sepupu saya lagi, dia juga menjadi korban penganiayaan oleh temannya sendiri. Sepupu saya adalah anak yang supel dan mau berteman dengan siapa saja. Pada suatu ketika salah satu temannya tidak suka sepupu saya berteman dengan anak lain selain dia. Sepupu saya pun dipukuli dan sepupu saya tidak berani lapor siapapun. Sampai akhirnya dia sering menangis tengah malam dan mengeluh badannya sakit. Setelah didesak Ibunya dia baru mau bercerita.

                Anak-anak zaman sekarang terlalu sering menyaksikan acara televisi yang tidak diperuntukan untuk mereka. Sehingga mereka bertindak sesuai apa yang mereka lihat di televisi. Karena anak-anak cenderung melakukan seperti apa yang mereka lihat dan yang mereka dengar. Kemajuan teknologi juga memberikan satu dampak negatif bagi anak. Anak-anak zaman sekarang lebih suka bermain game di handphone atau komputer daripada bermain dengan teman sebayanya. Hal ini dapat mengurangi kemampuan anak untuk bersosialisasi dengan orang lain dan lingkungannya.

                Ketika saya masih anak-anak, saya menghabiskan banyak waktu saya untuk bermain dan membaca. Bermain di luar rumah bersama teman-teman saya. Saya mendapat banyak pengalaman dari sana. Mengenal karakter orang lain, memecahkan masalah, berbagi, bekerjasama dan masih banyak lagi. Selain itu saya juga sering menghabiskan waktu saya untuk membaca. Dulu saya selalu meminta hadiah sebuah buku jika Ayah saya bertanya “minta hadiah apa?”. Karena melalui buku saya belajar banyak hal. Saya tahu banyak hal dari sana. Saya sangat suka membaca majalah Bobo kala itu, banyak rubrik yang sangat saya sukai. Ada dongeng, cergam, cerpen dan masih banyak lagi. Saya ingat dongeng, cerpen dan cergam yang saya baca menyelipkan banyak nasihat dan tindakan yang bisa diteladani.

                Minat baca dari anak-anak yang rendah dapat menjadi sebuah kebiasaan yang akan mereka bawa sampai dewasa. Ketika mereka malas membaca mereka akan malas untuk belajar, malas menambah ilmu dan wawasannya. Oleh karena itu saya berharap bisa menulis untuk anak-anak. Membagikan kepada mereka cerita-cerita yang akan membangkitkan semangat mereka untuk terus belajar dan tidak bermalas-malasan. Pastinya cerita yang dapat meningkatkan minat membaca mereka  dan juga minat belajar mereka.

                Saya sudah pernah mencoba menuliskan cerita anak-anak di blog ini tapi saya rasa masih banyak hal yang perlu diperbaiki dari cerita tersebut. Menurut saya menulis cerita anak lebih sulit daripada menulis cerita roman karena cerita anak menggunakan kalimat yang sederhana namun sarat akan makna.


                Sekian cerita tentang dua harapan saya. Saya masih memiliki banyak harapan lain yang siap saya wujudkan.  Saya akan terus berusaha mewujudkan harapan-harapan saya. Saya tidak mau harapan itu hanyalah tinggal menjadi sebuah harapan saja. Saya mau harapan itu menjadi nyata. Saya selalu berdoa agar Allah selalu meridhoi usaha saya. Bismillah...


“Tulisan ini diikutsertakan dalam Giveaway 2.0: What Is Your Aspiration? —mfrosiy”


3 komentar :

  1. gaji guru nggak besar, gaji pensiunnya yang lumayan dan yang lebih besar lagi pahalanya juga hehe
    rezka waktu kecil saya pengin jadi guru hanya karena orang tua saya keduanya guru
    kemudian saya nyadar saya nggak bisa ngajar hehehe tapi nggak tahu juga kalau suatu saat bisa tercapai. ibu saya pernah komentar, peningkatan dong jadi dosen gitu... yang berubah ketika saya SMA. saya pengin jadi ekonom atau at least dosen ekonomi. (eh tapi mikir kuliah lagi kok males hehehe)

    BalasHapus
  2. Semoga sukses untuk giveawaynya ya. Salam kenal dari blog mas hendra

    BalasHapus
  3. Hebat ey, masi kecil uda bertekad pake krudung gedeannya

    BalasHapus