Aku mematung
menatap dedaunan yang gugur dari balik jendela dengan tirai biru. Helai demi
helai daun yang luruh, memaksaku merasakan aliran waktu seakan mencengkram,
lembut namun mematikan. Rindu merayapi hati, menyusupi relung, memeluknya dan
memerahnya hingga berdarah. Entah kenapa, air mata yang surut ini semakin
menambah pedih.
Aku teringat kala
kutatap siluet pemuda yang gagah, tengah membelakangi matahari yang merangkak
pulang. Bukan. Bukan bayangan hitam di batas senja yang ku tangkap. Hanya
rahang kokoh yang mempertegas air mukanya, alis tebal yang membingkai parasnya,
matanya yang turun karena senyumnya tersimpul. Sungguh, aku bisa melukiskan
wajahnya walaupun hanya dengan menatap siluetnya. Pemuda tegap penuh semangat
dengan intelegensi hampir setingkat Einstein. Penakluk hati yang kian ringkih
dan aus karena mencintai. Pemuda yang kini tak akan pernah lagi bisa kunikmati.
Aku tergugu mengumpat waktu. Waktu yang telah
mencengkeramku tanpa ampun, yang tak rela melepasku hanya untuk sekadar memeluk
dan menyiumnya, membelai rambutnya pun menghirup aroma tubuhnya. Aku mengutuk
waktu karena memaksaku diam membatu. Atau.. memang aku lah patut diumpat? Aku
lah yang patut dikutuk? Karena ketololan yang kulakukan sendiri? Atas
ketololanku membiarkannya pergi hingga tak pernah kulihat kau kembali? "Argh!!"
Aku menggaruk rambutku yang tidak gatal. Membiarkannya acak-acakan berbaur
dengan bajuku yang kumal dan wajahku yang kusam.
"Bu Sarah,
waktunya minum obat." Seorang laki-laki berbaju putih mendatangiku. Suaranya
memecahkan lamunanku. Aku menengok sejenak dan melihat senyumnya yang manis
tapi aku tahu dia picik, "pergi kamu! Aku tidak butuh kamu! Aku hanya
butuh anakku!" Aku kembali tergugu saat laki-laki itu mencengkeramku dan menyuntikan
sesuatu ke lenganku. Aku terus memberontak dan berteriak, "aku tidak mau
itu, aku mau anakku. Kembalikan anakku!" Aku terus histeris hingga hanya
hitam yang tersisa di mataku. "Kembalikan anakku..." aku terlelap
karena semuanya gelap. Aku terlelap sembari mendekap koran butut yang sebagian
tulisannya telah pudar yang bertuliskan "Seorang Pendaki yang Hilang
Ditemukan Tak Bernyawa di Jurang".
duh kasihan si ibu :(
BalasHapusiyaa Mbak Nin.. :')
Hapusgila ya? tapi masih bisa baca koran ...
BalasHapuskoran itu dibaca sebelum dia gila dan terus dia bawa ketika dia gila :)
Hapusterimakasih sudah membaca, setidaknya saya jadi tahu dimana ketimpanagan tulisan saya :)