Minggu, 30 Maret 2014

Mengenali dan Mencegah Gejala Korupsi Sejak Dini


          Dari membaca judulnya saja, sepertinya tulisan saya kali ini akan menjadi bacaan yang berat. Namun, sesungguhnya tidak. Yang berfikir ini adalah bacaan berat hanya orang-orang yang memiliki presepsi berbeda dengan saya tentang tulisan (lebih tepatnya judul tulisan) ini.
          Oke, tulisan ini terinspirasi dari kegiatan belajar mengajar di sekolah saya tempo hari (dua tahun lalu kali -_-). Tepatnya saat pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Guru yang mengajar pelajaran tersebut di kelas saya kebetulan adalah kepala sekolah saya sendiri pada waktu itu. Sebenarnya topik bahasan kami bukanlah tentang korupsi namun, entah bermula dari membahas apa hingga kami berlanjut membahas tentang korupsi saya pun tidak tahu (sejujurnya sih lupa).
          Beliau mengatakan bahwa sejak kecil sebenarnya secara tidak langsung kita telah belajar melakukan korupsi, maka tidak heran di masa dewasa banyak orang yang korupsi. Tentu saja kami tidak terima beliau mengatakan sejak kecil kita sudah belajar korupsi, enak saja. Namun, setelah beliau mengatakan alasannya menyatakan hal tersebut kami malah tersipu-sipu menahan senyum dan malu. Ya, karena ternyata ucapan beliau ada benarnya.
          Alasannya adalah sebagai berikut. Ketika kita disuruh Ibu berbelanja di toko atau disuruh Ayah membeli rokok, kita pasti di beri uang. Terkadang uang tersebut lebih dan menyisakan kembalian entah itu seribu perak, lima ratus perak atau pun bahkan seratus perak. Dalam memperlakukan uang kembalian tersebut, ada beberapa perlakuan dan berbeda antara satu orang dan orang lainnya serta berapa jumlah uang tersebut.
          Yang pertama adalah langsung memasukan uang kembalian tersebut ke dalam kantung. Ketika sampai di rumah dan ditanya dimana uang kembaliannya ada dua kemungkinan jawaban. Yang pertama “uangnya pas, Bu. Tidak ada kembalian soalnya harga sembako naik.” Yang kedua, “uang kembaliannya saya ambil untuk membeli jajanan ya, Bu. Cuma seribu kok tadi kembaliannya.” Ini nih bibit korupsi paling sadis, Iya kalau benar yang kembaliannya seribu perak, kalau lebih? Dan pada tipe jawaban ini orang tua tidak akan berkutik untuk mengeluarkan jurus meminta uang kembalian. Kalau tetap nekat, sang anak pasti mengatakan bahwa mereka pelit.
          Yang kedua (yang kadang-kadang saya lakukan) biasanya dilakukan ketika tanggal penghabisan alias tanggal tua. Ketika berbelanja dan diberi uang lebih, biasanya uang kembalian tersebut digunakan untuk membeli barang yang sedang kita butuhkan. Ketika sampai rumah baru bilang kalau uangnya dipakai. Sadis memang. Kalau sudah begini apa ya tega orangtua kita menyuruh kita mengembalikan uang kembalian tadi? Tentu mau tidak mau mereka akan bilang “Iya, tidak apa-apa.”
          Inti dari contoh di atas adalah kita secara tidak langsung sudah terbiasa menggunakan uang yang bukan hak kita. Ya walaupun itu uang orangtua kita sendiri, bukankah kita setiap hari sudah diberi jatah uang jajan. Nah, uang jajan itu lah hak kita. Sedangkan uang belanja tadi adalah hak orangtua kita yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Orangtua kita memberi kita uang jajan itu pasti sudah sesuai porsi bahkan terkadang mereka memberi lebih. Kalau kita masih merasa kurang, berarti kita yang terlalu boros. Begitu juga dengan korupsi. Oknum-oknum yang melakukan korupsi sebenarnya gajinya tidak sedikit. Gaji mereka banyak, tetapi mereka selalu merasa kurang dan kurang sehingga mereka melakukan korupsi. Menggunakan yang bukan hak mereka, merampas hak orang lain.
          Jadi, mulai sekarang kita harus belajar sedini mungkin untuk selalu jujur. Tidak menggunakan yang bukan hak kita. Jika kita memang benar-benar butuh, lebih baik langsung bicara dan meminta secara baik-baik kepada orangtua dan bukan malah mengambil uang belanja orangtua. Pasti mereka akan memberi asalkan kita menggunakannya dengan benar, bukan untuk hal-hal yang kurang dan tidak penting. Memang terkadang kita tidak sadar betapa susahnya perjuangan orangtua kita untuk mencari nafkah dan berusaha mencukupkan nafkah yang ada untuk memenuhi kebutuhan sehingga terkadang kita seenaknya saja meminta dan menghabiskannya untuk hal-hal yang sebenarnya tidak penting. Untuk itu kita juga harus meningkatkan kesadaran kita akan hal itu. Jika semua sudah bisa kita lakukan, kita akan mencegah bertambahnya populasi calon koruptor di negeri ini dengan membasmi bibitnya sejak dini. Kalau bukan diawali dari diri sendiri, siapa lagi?

Tidak ada komentar :

Posting Komentar