Dari
membaca judulnya saja, sepertinya tulisan saya kali ini akan menjadi bacaan
yang berat. Namun, sesungguhnya tidak. Yang berfikir ini adalah bacaan berat
hanya orang-orang yang memiliki presepsi berbeda dengan saya tentang tulisan
(lebih tepatnya judul tulisan) ini.
Oke,
tulisan ini terinspirasi dari kegiatan belajar mengajar di sekolah saya tempo
hari (dua tahun lalu kali -_-). Tepatnya saat pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan. Guru yang mengajar pelajaran tersebut di kelas saya kebetulan
adalah kepala sekolah saya sendiri pada waktu itu. Sebenarnya topik bahasan
kami bukanlah tentang korupsi namun, entah bermula dari membahas apa hingga
kami berlanjut membahas tentang korupsi saya pun tidak tahu (sejujurnya sih
lupa).
Beliau
mengatakan bahwa sejak kecil sebenarnya secara tidak langsung kita telah
belajar melakukan korupsi, maka tidak heran di masa dewasa banyak orang yang
korupsi. Tentu saja kami tidak terima beliau mengatakan sejak kecil kita sudah
belajar korupsi, enak saja. Namun, setelah beliau mengatakan alasannya menyatakan
hal tersebut kami malah tersipu-sipu menahan senyum dan malu. Ya, karena
ternyata ucapan beliau ada benarnya.
Alasannya
adalah sebagai berikut. Ketika kita disuruh Ibu berbelanja di toko atau disuruh
Ayah membeli rokok, kita pasti di beri uang. Terkadang uang tersebut lebih dan
menyisakan kembalian entah itu seribu perak, lima ratus perak atau pun bahkan
seratus perak. Dalam memperlakukan uang kembalian tersebut, ada beberapa
perlakuan dan berbeda antara satu orang dan orang lainnya serta berapa jumlah
uang tersebut.
Yang
pertama adalah langsung memasukan uang kembalian tersebut ke dalam kantung.
Ketika sampai di rumah dan ditanya dimana uang kembaliannya ada dua kemungkinan
jawaban. Yang pertama “uangnya pas, Bu. Tidak ada kembalian soalnya harga
sembako naik.” Yang kedua, “uang kembaliannya saya ambil untuk membeli jajanan
ya, Bu. Cuma seribu kok tadi kembaliannya.” Ini nih bibit korupsi paling sadis,
Iya kalau benar yang kembaliannya seribu perak, kalau lebih? Dan pada tipe
jawaban ini orang tua tidak akan berkutik untuk mengeluarkan jurus meminta uang
kembalian. Kalau tetap nekat, sang anak pasti mengatakan bahwa mereka pelit.
Yang
kedua (yang kadang-kadang saya lakukan) biasanya dilakukan ketika tanggal
penghabisan alias tanggal tua. Ketika berbelanja dan diberi uang lebih,
biasanya uang kembalian tersebut digunakan untuk membeli barang yang sedang
kita butuhkan. Ketika sampai rumah baru bilang kalau uangnya dipakai. Sadis
memang. Kalau sudah begini apa ya tega orangtua kita menyuruh kita
mengembalikan uang kembalian tadi? Tentu mau tidak mau mereka akan bilang “Iya,
tidak apa-apa.”
Inti
dari contoh di atas adalah kita secara tidak langsung sudah terbiasa
menggunakan uang yang bukan hak kita. Ya walaupun itu uang orangtua kita
sendiri, bukankah kita setiap hari sudah diberi jatah uang jajan. Nah, uang
jajan itu lah hak kita. Sedangkan uang belanja tadi adalah hak orangtua kita
yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Orangtua kita memberi kita
uang jajan itu pasti sudah sesuai porsi bahkan terkadang mereka memberi lebih.
Kalau kita masih merasa kurang, berarti kita yang terlalu boros. Begitu juga
dengan korupsi. Oknum-oknum yang melakukan korupsi sebenarnya gajinya tidak
sedikit. Gaji mereka banyak, tetapi mereka selalu merasa kurang dan kurang
sehingga mereka melakukan korupsi. Menggunakan yang bukan hak mereka, merampas
hak orang lain.
Jadi,
mulai sekarang kita harus belajar sedini mungkin untuk selalu jujur. Tidak
menggunakan yang bukan hak kita. Jika kita memang benar-benar butuh, lebih baik
langsung bicara dan meminta secara baik-baik kepada orangtua dan bukan malah
mengambil uang belanja orangtua. Pasti mereka akan memberi asalkan kita
menggunakannya dengan benar, bukan untuk hal-hal yang kurang dan tidak penting.
Memang terkadang kita tidak sadar betapa susahnya perjuangan orangtua kita
untuk mencari nafkah dan berusaha mencukupkan nafkah yang ada untuk memenuhi
kebutuhan sehingga terkadang kita seenaknya saja meminta dan menghabiskannya
untuk hal-hal yang sebenarnya tidak penting. Untuk itu kita juga harus
meningkatkan kesadaran kita akan hal itu. Jika semua sudah bisa kita lakukan,
kita akan mencegah bertambahnya populasi calon koruptor di negeri ini dengan
membasmi bibitnya sejak dini. Kalau bukan diawali dari diri sendiri, siapa
lagi?
Tidak ada komentar :
Posting Komentar