Selasa, 22 April 2014

Andai

Karya Warastri Rezka Hardini




Aku hanya tersenyum getir menatapnya. Seorang pemuda yang tengah duduk di sampingku. Aku menatap senyum datar di wajahnya. Bola mata indah itu memandang langit. Menerawang jauh. Aku tahu pasti dia tengah kecewa. Ku benamkan wajahku dalam tangkupan kedua telapak tanganku. Rambut panjangku tergerai bagai kelambu yang menutupi pedihku. Aku tidak seharusnya di sini, di hatinya. Cinta ini tidak cukup membuatnya bahagia. Iya, kami belum lama saling mengenal. Belum benar-benar mengenal. Dan cinta itu tumbuh begitu cepat. Lebih cepat dari laju cahaya. Kami terjatuh terjerembab dan mencinta. Menukar segala perasaan dan kepercayaan. Menjalin sebuah komitmen. Tapi, apa artinya cinta, kepercayaan dan komitmen itu jika aku, aku belum benar-benar mengenalnya. Hanya dia yang bisa dengan mudah mengenalku. Memahamiku. Sedangkan aku? Belum.
Aku terisak. Tetesan air mataku mengaliri sela-sela jemariku. Meneteskan kepedihan yang ku rasakan. Sampai jemari itu menyibakkan rambutku. Membelai rambutku penuh kelembutan. Perlahan dia meraih tanganku. Melepaskannya dari wajahku, kemudian menggenggam jariku.
Bola mata itu, sungguh aku tak mampu berpaling namun, aku juga tak kuasa menatapnya. Dia hanya tersenyum. Senyum yang menenangkan. Di raihnya tubuhku. Membiarkanku tenggelam dalam pelukannya. "Kenapa kamu menangis?" tanyanya sembari mengusap air mataku. "Aku tidak pantas ada di sini. Aku tidak pantas mendampingimu. Aku-" belum selesai aku bicara dan jemarinya sudah membuatku bungkam.
"Sstt, kamu ngomong apa sih?"
"Aku tidak seharusnya mendampingi kamu. Aku tidak lebih baik mengenalmu daripada Mbak Asti. Bagaimana aku bisa mengerti kamu? Membuatmu selalu merasa bahagia? Kalau aku tidak mengenalmu dengan baik." suaraku parau, kalimat-kalimat itu meluncur menyelingi isakanku.
"Kamu sudah melakukannya dengan baik."
"Melakukan apa? Semua yang aku lakukan hanya membuatmu kecewa. Aku tahu itu. Andai waktu bisa kembali. Aku tidak akan membiarkanmu mencintaiku. Aku tidak ingin orang yang ku sayangi kecewa dan menderita hanya karena cintanya padaku. Andai."
"Waktu tidak untuk diputar kembali. Waktu tidak untuk ditangisi. Waktu akan menjadi pelajaran untuk hidup kita. Jangan sesali waktu kemarin, tapi berbuatlah lebih baik di waktu sekarang dan selanjutnya." Dia membelai lembut rambutku.
"Arin, apa kamu tahu kalau kamu sudah membuatku bahagia? Aku bahagia karena sudah menemukan kamu. Ya, awalnya mungkin aku kecewa karena ada beberapa hal yang kamu lakukan tidak sesuai harapanku. Tapi setelah aku pikir, kamu melakukan itu karena kamu tahu itu yang terbaik untukku. Kamu, selalu memberikan hal terbaik untukku. Memberikan semua dengan ketulusan. Dan aku bahagia karena itu."
"Aku tidak bisa mencintaimu seperti Mbak Asti dulu."
"Tidak. Kamu tidak boleh mencintaiku seperti Asti. Aku ingin kamu, diri kamu, hati kamu yang mencintaiku. Bukan kamu harus menjadi Asti dulu untuk mencintaiku. Love me by yourself with your way."
Suasana berubah hening. Perlahan, air mataku mulai mengering. Entahlah. Kata-kata itu membuatku lebih tenang.
"Arin, aku sayang kamu."
"Aku juga menyayangimu."
Segaris senyum menghiasi wajahku dan wajahnya. Aku merasa lebih tenang. Dalam peluknya, aku berharap andai waktu dapat membeku sekarang. Membiarkan tenggang lebih lama untukku merasakan ketenangan dalam peluknya. Andai.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar