Judul Buku :
Love and The City
Penulis :
Moemoe Rizal, Nabila Budayana, Anggun Prameswari, Indah Arifallah, Kent Sutjipto, Indah Hanaco, Zelie Petronella,
Winda Oei, Winda Krisnadefa, Nurilla Iryani, Windhy Puspitadewi, Septantya
Chandra
Desain Sampul :
MH Riski
Tata Letak Isi :
AgriArt
Editor :
Aditya Yudis
Penerbit :
Bypass
Tebal Buku :
208 halaman
Cetakan :
I. Januari, 2015
ISBN :
978-602-1667-05-7
Akhirnya
kesampaian juga buat nulis Riview buku ini. Buku ini adalah hadiah yang saya
dapat dari TantanganZelie beberapa waktu yang lalu, alhamdulillah. Entah
kenapa, saya merasa tergerak untuk menuliskan reviewnya.Oh iya, karena beberapa
hari lalu ada teman saya yang nampar saya pakai kata-kata “bikin review itu
salah satu nafas blogger”, jadi saya berusaha keras untuk nulis review. Kenapa
buku ini? Karena buku ini yang paling baru saya baca, jadi masih ingat apa saja
yang bisa ditulis untuk mereview buku ini. Perlu kalian ketahui juga, ini
pertama kalinya saya nulis review jadi mohon maaf jika masih ada yang kurang.
Oke, cukup basa-basinya, saya akan mulai mengupas buku ini.
Love
and The City merupakan buku antologi. Ada dua belas cerpen yang disajikan dalam
buku ini. Tema buku ini adalah tentang kehidupan masyarakat urban terutama
mengenai karier dan kisah cinta masyarakat urban. Walaupun kedua belas cerita
pendek dalam buku ini bertema sama namun, tidak akan menimbulkan rasa bosan
ketika kita membacanya. Karena latar belakang tokoh dan konflik yang disajikan
berbeda-beda.
Ada
beberapa cerita yang menurut saya sangat berpotensi jika dijadikan sebuah
novel. Kehidupan tokoh masih bisa diulas lebih dalam lagi dan konflik bisa
dibuat lebih greget lagi (cerita dari Kak Moemoe Rizal dan Kak Anggun
Prameswari). Ada juga cerita yang tidak pernah terpikir oleh saya tapi mungkin
saja itu terjadi di dunia nyata (cerita dari Kak Zelie). Ada juga cerita yang
benar-benar membuat saya geregetan karena ulah tokohnya (cerita dari Kak
Nurilla Iryani). Disamping cerita-cerita yang luar biasa ini juga ada yang
menurut saya memberi kesan ada yang kurang. Tapi keseluruhan ceritanya tetap
bagus. Saya beri tiga dari lima bintang.. :D
Kalau
ditanya cerita mana yang menjadi favorit saya, saya akan menjawab cerita dari
Kak Anggun Prameswari berjudul “Langkahan”. Menceritakan kisah tiga orang
perempuan dua generasi yang memiliki definisi kebahagiaan yang berbeda. Jika
sang kakak bahagia ketika kariernya berada di puncak, sang adik mendefinisikan
bahagia ketika dia menikah dan memiliki pendamping hidup dan dia rela melepas
kariernya yang notabene tidak setinggi kakaknya hanya untuk fokus mengurus
keluarga barunya. Sedangkan sang ibu merasa bahagia ketika kedua anak-anaknya
bahagia. Dalam cerita ini juga digambarkan secara singkat acara adat
“langkahan” yang sudah jarang ditemui. Ya, acara ini diselenggarakan ketika
adik akan menikah mendahului kakaknya. Acara ini diselenggarakan sebagai wujud
permintaan doa restu dari sang kakak oleh sang adik. Jadi dalam cerita ini ada
tiga poin penting, kehidupan urban sang kakak dengan segala problematikanya,
budaya dan kehidupan perempuan sesuai takdirnya (walaupun berkarier, wanita
tetap memiliki kewajiban untuk mengurus keluarga).
Saya
akan kasih bocoran sedikit deh, biar tambah penasaran. Kak Moemoe Rizal menuliskan
sengitnya kehidupan para model. Kak Nabila menceritakan kisah perempuan yang
meniti karier dan menjalankan sebuah misi untuk mendapatkan calon pendamping
hidupnya. Kak Anggun menuliskan cerita yang sudah saya bahas di atas. Kak Indah
Arifallah menuliskan kisah seorang pemilik toko kue yang harus memilih
merelakan kekasihnya pergi atau meninggalkan toko kuenya dan mendampingi
kekasihnya. Kak Kent menuliskan tentang pilihan yang harus diambil si tokoh
utama yaitu antara Erick atau Goldman. Kak Indah Hanaco menuliskan tentang
seorang anak yang dipaksa ibunya supaya cepat memiliki pasangan sampai-sampai
dicarikan teman kencan oleh ibunya, kira-kira si ibu berhasil nggak ya? Baca
sendiri. :p
Kak
Zelie menuliskan tentang kisah cinta diam-diam seorang guru dengan wali
muridnya. Hmm, penasaran? Beli bukunya. :p
Kak Winda Oei menuliskan tentang pasutri yang belum bisa honeymoon gara-gara tidak bisa menyisihkan waktu. Kak Winda Krisnadefa menuliskan tentang seorang wanita yang ingin memiliki semuanya dan tidak bersyukur dengan apa yang telah ia miliki sekarang. Nah, loh. Apa dia dapat memiliki semuanya? Atau tidak akan mendapatkan semuanya? Penasaran? :p
Kak Winda Oei menuliskan tentang pasutri yang belum bisa honeymoon gara-gara tidak bisa menyisihkan waktu. Kak Winda Krisnadefa menuliskan tentang seorang wanita yang ingin memiliki semuanya dan tidak bersyukur dengan apa yang telah ia miliki sekarang. Nah, loh. Apa dia dapat memiliki semuanya? Atau tidak akan mendapatkan semuanya? Penasaran? :p
Kak
Nurilla menuliskan tentang kisah dua anak manusia yang bertemu di biro jodoh
online. Bener-bener bikin geregetan loh cerita ini, saya gemes banget sama dua
tokohnya ini, ah pokoknya saya berasa ingin nimpukin mereka berdua pakai tisu.
-_-
Kak
Windhy menuliskan kisah tentang cinta yang tumbuh di kereta (halah). Ceritanya
tidak sesederhana deskripsi saya loh. Pokoknya seru deh. :D
Dan penutup dari rangkaian cerita ini adalah cerita dari Kak Septantya. Cerita tentang seorang ya boleh dibilang penyiar lah. Penasaran? :p
Dan penutup dari rangkaian cerita ini adalah cerita dari Kak Septantya. Cerita tentang seorang ya boleh dibilang penyiar lah. Penasaran? :p
Sudah-sudah,
terlalu banyak spoiler kan jadinya. -_-
Buku
ini cocok dibaca saat santai di sore hari sambil minum teh. Cocok dibaca oleh
kaum urban maupun bukan. Half-Blood Urban seperti saya juga boleh kok (halah
apa itu half-blood urban? ya kan saya 8bulan jadi kaum urban yang 4 bulan balik
jadi orang desa lagi :p #mulaingaco).
Oh
ya, ada beberapa kutipan yang saya suka dari cerita-cerita ini :
Di dunia ini, jodoh susah ditemui. Kita boleh percaya kita sudah dipasangkan Tuhan, tapi kita nggak pernah tahu siapa orangnya (halaman 29).
Di dunia ini, jodoh susah ditemui. Kita boleh percaya kita sudah dipasangkan Tuhan, tapi kita nggak pernah tahu siapa orangnya (halaman 29).
“Bahagianya
orang itu nggak sama, Jani. Kalau bahaigiamu adalah menikah, bahagianya Ajeng
belum tentu.” (halaman 52)
Apa aku
sekadar bagian masa lalu, tapi tak ada dalam daftar masa depanmu? (halaman 73)
Percuma
menangis. Masalahku tak akan selesai kalau hanya tersedak air mata sendiri.
(halaman 75)
Mama
mencintai Papa dengan caranya sendiri. Mungkin segala kecerewetan dan suara
tingginya yang mencapai sekian oktaf itu merupakan tanda cinta yang paling
tulus. (halaman 102)
“Tiap
anak berhak mendapatkan bintang sebagai apresiasi dari usaha yang dia lakukan.
Kalau sampai ada anak yang tidak mendapatkan bintang, berarti dia tidak bisa
diajar. Bayangkan, bagaimana mungkin seorang anak sampai tidak bisa diajar?
Mungkin lebih baik gurunya yang berhenti mengajar.” (halaman 110)
Penampakan saya bersama buku Love and The City
:p
Dapat tanda tangan dari Kak Septantya Chandra,
Kak Zelie Petronella, Kak Anggun Prameswari dan Kak Kent Sutjipto :D
Penampakan sudut ruangan tempat saya
menuliskan review ini :p
Gimana?
Semakin penasaran kan dengan kisah-kisah yang menarik di Love and The City?
Buruan beli dan baca. Oh, ya, jangan lupa ceritakan pada saya mana cerita yang
menjadi cerita favorit kalian. Saya tunggu... :)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar