Sowan adalah
ungkapan dalam bahasa Jawa yang bila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia mengandung
makna berkunjung atau silaturahim. Dalam foto tersebut, telah diabadikan sebuah
momen dimana saya bersama teman-teman saya sowan ke rumah guru SD kami saat
hari raya idul fitri kemarin. Ya, Guru SD kami. Walaupun tampang kami sudah
tidak seunyu murid SD lagi, tapi kami tetap tak bosan untuk sowan ke rumah
beliau. Bu Ulfa, begitulah kami biasa menyapanya. Dari dulu hingga sekarang,
kurang lebih 10 tahun, menurut kami beliau tidak banyak berubah tetap seperti
itu. Bahkan beliau yang mengatakan kami lah yang banyak berubah. Kini kami
semakin tinggi, semakin dewasa tak seperti dulu ketika beliau masih mengajar
kami di sekolah dasar. Beliau dulu adalah wali kelas kami saat kami duduk di
kelas dua. Beliau adalah orang yang sabar dan telaten. Kenapa begitu? Ya, 10 tahun sudah beliau
menjadi GTT di SD kami. Selain itu di usia pernikahannya yang ke-9 beliau belum
dikaruniai seorang putra. Namun, beliau tidak pernah mengeluh. Beliau tetap
bersyukur dan tetap terlihat tegar. Benar-benar sosok yang membuat saya
terinspirasi. Beliau pun turut andil membuat hidup kami cerah dengan memberi
kami seteguk ilmu yang sangat bermanfaat hingga kami seperti sekarang ini.
Percakapan kami hari itu memang
singkat, namun penuh makna. Beliau mengatakan, murid-muridnya sekarang sangat
berbeda dengan murid-murid seangkatan kami. Kata beliau, anak-anak sekarang itu
sulit sekali diajak belajar, disuruh hafalan perkalian saja malas. Terus kalau
ditanya kenapa kok belum hafal pasti jawabnya di rumah lebih sering main game
daripada belajar. Berbeda dengan angkatan kami yang sangat antusias bila diajak
belajar kala itu. Hafalan perkalian pun tak jadi masalah, karena kami cepat
tanggap. Ya, perkembangan teknologi yang membuatnya berbeda. Dulu saat kami
masih SD, kami belum mengenal komputer, handphone bahkan internet. Berbeda
dengan sekarang. Sekarang, anak mana sih yang tidak punya atau paling tidak,
belum bisa mengoperasikan handphone dkk? Miris. Itulah yang membuat mereka lupa
akan tugas wajibnya, yaitu belajar.
Selain itu, beliau juga
mengatakan betapa bahagianya beliau melihat kami sowan kesana dan masih mengingat
beliau sebagai guru kami. Hal itu membuat saya pribadi sadar akan satu hal
kecil yang terlihat sepele namun sangat berarti. Guru, tak pernah berharap
meminta imbalan atas ilmu yang telah mereka berikan. Mereka hanya ingin, suatu
hari kita datang dan sowan ke pada mereka dan bertemu dengan mereka. Ya, hanya
bertemu. Satu hal, suatu saat kita akan sadar tanpa mereka kita tidak akan
menjadi apa-apa.
Masih banyak yang kami
bicarakan disana, walaupun dalam waktu yang singkat. Maklum, Rumah Bu Ulfa
adalah tempat kami sowan yang kedua jadi kami harus melanjutkan perjalanan
untuk sowan ke rumah guru kami lainnya. Di penghujung perjumpaan kami kala itu,
kami tak lupa meminta doa restu beliau untuk dimudahkan dalam menghadapi ujian
nasional yang akan kami tempuh sebentar lagi. Beliaupun juga meminta kami
mendoakan beliau untuk bisa segera melihat ka’bah. Ya, naik haji. Hanya itu
yang beliau minta, sebuah doa. Dan doa kami pasti akan terus mengalir untuk
beliau, seperti jasa beliau yang terus mengalir bersama kami dalam menggapai
mimpi.
Satu lagi yang tidak akan kami
lupakan saat sowan kala itu. Sebelum kami meninggalkan rumah beliau dan mencium
tangan beliau, beliau memberi kami masing-masing sebuah bingkisan mungil.
Jelas, kami menolak namun beliau tetap memaksa dan akhirnya kami pun
menerimanya. Kata beliau, beliau hanya ingin membagi kebahagiaan kepada kami
dan kami akan selalu menjadi murid yang beliau banggakan. Kami akan tumbuh
menjadi orang yang besar namun, beliau tidak akan berubah menjadi siapa-siapa. Beliau
tetap menjadi seorang guru, seorang pendidik. Dan kami, tidak akan melupakan
beliau. Karena jasa beliau terlampau besar untuk kami. Terimakasih gururku,
tanpamu kami hanya akan jadi abu. :)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar